• 081212900610
  • info@nusaverse.id
  • Jakarta, Indonesia
Generasi Nusantara
Happy Salma: Menyulam Emas di Tengah Riuh Zaman

Happy Salma: Menyulam Emas di Tengah Riuh Zaman

Di tengah hiruk-pikuk dunia hiburan modern, di mana sorotan kamera seringkali hanya mengabadikan kemewahan dan sensasi, ada satu nama yang diam-diam berjalan ke arah sebaliknya — Happy Salma.

Bagi Happy, dunia seni bukan sekadar soal popularitas. Ia adalah perjalanan pulang ke akar, ke tanah tempat cerita-cerita besar Nusantara bersemi.

Sejak muda, Happy telah mengenal panggung. Wajahnya menghiasi layar kaca, suaranya menghidupkan karakter-karakter dalam film dan teater. Namun, jauh di dalam dirinya, ada suara yang terus memanggil — suara nenek moyang, suara hikayat yang hampir terlupakan.


Tidak cukup baginya hanya menjadi aktris. Happy Salma merasa perlu merekammenghidupkan, dan mewariskan.

Maka lahirlah berbagai inisiatif: dari pentas-pentas sastra, pementasan teater berbasis cerita klasik Indonesia, hingga proyek-proyek budaya yang menyentuh. Ia tidak hanya memerankan karakter dari masa lalu — ia membawa masa lalu itu hidup di zaman ini.

Salah satu wujud kecintaan Happy terhadap budaya adalah melalui Tulola Jewelry, brand perhiasan yang ia dirikan. Tapi bagi Happy, Tulola bukan sekadar bisnis. Setiap koleksi yang dilahirkan adalah sebuah cerita, sebuah doa kecil untuk Nusantara.

Lihat saja koleksi Pitaloka, yang mengangkat kisah tragis Perang Bubat — peristiwa sejarah Majapahit yang membekas dalam naskah dan legenda. Atau koleksi Satyam Eva Jayate, yang menggemakan nilai-nilai kejujuran dari teks kuno. Melalui perhiasan, Happy merajut kembali benang-benang sejarah menjadi sesuatu yang bisa dipakai, disentuh, dan dirasakan.

Dalam setiap karyanya, Happy seolah berbisik:

“Budaya kita bukan sekadar untuk dikenang, tapi untuk dihidupi kembali.”


Tak berhenti di situ, Happy Salma juga aktif mengadakan pertunjukan teater adaptasi karya-karya sastra klasik Indonesia — seperti Nyai Ontosoroh dari novel Pramoedya Ananta Toer.

Lewat teater, ia menghidupkan kembali suara perempuan-perempuan kuat Nusantara yang kadang terkubur dalam sejarah laki-laki.

Baginya, panggung adalah tempat suci: tempat di mana masa lalu dan masa kini bisa berdialog.


Di saat dunia melaju tanpa jeda, di saat banyak orang berlomba menjadi yang paling modern, Happy Salma tetap setia menjadi jembatan.

Ia menunjukkan bahwa mencintai budaya bukan berarti menolak perubahan. Tapi justru mengakar lebih dalam, agar kita tidak tercerabut saat angin globalisasi berhembus kencang.

Happy Salma membuktikan satu hal sederhana:

Bahwa cinta pada Nusantara tidak selalu harus dalam gemuruh besar.

Kadang, ia cukup berupa sebuah cerita yang dibisikan kembalisebuah ukiran kecil di sepotong perhiasan, atau sebuah pentas sederhana yang menghidupkan roh masa lalu.

Dalam langkah-langkahnya, Happy Salma menulis ulang kisah tentang apa artinya menjadi anak bangsa:

Bukan hanya mewarisi tanah dan nama —

Tapi juga menjaga nyala budaya, agar tetap hidup, untuk generasi yang belum lahir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *